Friday, May 18, 2012

Moved to andorulez.com

Hi Everybody,

Sorry for not active in my blog again. I moved to andorulez.com for my blog of payment discussion. Kindly go there or email me if you have any interest to have chat.

Ando
ando/dot/rulez/at/gmail/dot/com

Monday, July 19, 2010

Cara memperlakukan Kartu Kredit untuk menghindari data theft

Untuk transaksi online dengan kartu kredit cukup dengan nomor kartu, expiry date, cvv2. Karena itu, sangat PENTING sekali untuk menjaga kartu kredit anda dengan pintar. Dan bagaimana cara menggunakan kartu kredit anda dengan baik sehingga terhindar dari pencurian data kartu kredit.

Beberapa modus operandi yang mungkin sudah biasa anda temui dan mungkin juga sudah melakukannya.

1. Direct Sales Pinjaman atau Kartu kredit.

Biasanya di Mall2, mereka akan menawarkan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman KTA atau pembuatan kartu kredit hanya dengan memfotokopi Kartu Kredit anda yang sudah dimiliki. Ini jelas2 merupakan aturan yang SANGAT tidak tepat untuk jaman sekarang. Biasanya kartu kredit di copy bolak balik. Jelas sekali bahwa sales tersebut sudah memiliki data kartu kredit yang lengkap untuk melakukan transaksi Internet. Akan sedikit mempersulit jika hanya di copy sisi depan kartu kredit saja (Visa/Mastercard), jadi sales tidak akan mendapatkan CVV2/3 digit diblakang kartu. Namun, tidak sulit dari oknum untuk menebak CVV2 tersebut karena hanya terpaut 3 digit angka saja yang dia bisa tebak. Anjuran saya, selain anda memantau sales yang meng copy kartu kredit, anda juga harus mencoret nomor kartu mulai dari digit ke 7 hingga ke 12. Jadi tersisa 6 digit awal dan 4 digit akhir. Dan tidak mengkopi belakang kartu atau coret CVV2nya. Saat ini, cara tersebut masih cukup aman untuk dilakukan.

2. Membayar dengan kartu kredit.

Biasanya jika selesai makan atau membeli sesuatu, dan menggunakan kartu kredit, kita akan memberikan kartu kita ke pelayan toko/restaurant. Dan mereka akan pergi kesuatu tempat yang agak jauh untuk menggesek kartu kita. Cara ini jika akan memberikan peluang kepada pelayan toko/restoran untuk mencatat data kartu kita. Satu2nya solusi adalah, ikuti kemana pelayan tersebut, dan selalu memantau tindak tanduknya. Jika dimungkinkan, suruh bawa mesin EDC ke tempat yang mata anda bisa jangkau.

Salah satu contoh adalah berita dibawah ini, dimana pelayan toko sebagai tersangka utamanya.

Bobol Kartu Kredit, Kasir Starbuck Borong iPod & Foya-foya (Detik.com)

Jakarta - DDB (26) membobol ratusan kartu kredit dengan modus bekerja sebagai kasir gerai kopi Starbucks dan kasir di banyak tempat lainnya. Dengan uang tersebut, tersangka memborong iPod Nano dan berfoya-foya.

Hal ini diungkapkan Kepala Satuan Cyber Crime Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Winston Tommy Watuliu kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman, Jakarta, Senin (19/7/2010).

Modus DDB adalah mengumpulkan struk kartu kredit dari pembeli di Starbucks dan berbagai tempat lain di mana dia menjadi kasir. Dia lalu melakukan transaksi online dengan mengotak-atik 3 digit terakhir dari data struk kartu kredit.

Salah satu toko online yang dijadikan tempatnya bertransaksi yakni Apple Store di Singapura. Di toko online tersebut, tersangka menjajal kombinasi data nasabah dengan bertransaksi produk-produk Apple seperti Ipod Nano.

Setelah data yang dibobol itu diverifikasi, barang pesanan kemudian diantar ke satu alamat fiktif. Beberapa di antaranya diantarkan ke kantor pos.

Polisi mengungkap antara lain, tersangka setidaknya memborong 15 iPod Nano dan 1 iPad dari Apple Store. "Dia gunakan alamat palsu untuk pengiriman barang," kata Tommy.

Setelah barang hasil pencurian itu didapat, tersangka kemudian menjual kembali barang tersebut. "Untuk memperoleh keuntungan, dia jual kembali barang tersebut dan digunakan untuk foya-foya," ungkapnya.

Dari tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 32 struk pembayaran di kasir Starbucks di Jalan MT Haryono, 15 kardus pengiriman iPod Nano dari Apple Store, 1 kardus iPod Pad, 18 invoice pengiriman barang serta satu set komputer dan handphone. Tersangka kini ditahan di Mapolda Metro Jaya.

Tersangka dijerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian dan atau 378 KUHP tentang penipuan jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektornik (ITE) dengan ancaman pidana di atas 4 tahun penjara.
(fay/nrl)

3. Transaksi di web terpercaya.

Selalu check website, apakah mereka menggunakan SSL (Secure Site Layer) yang terbaru. Biasanya ini juga tergantung dari web browser yang anda gunakan. Pastikan bahwa anda menggunakan web browser terupdate. Hindari penggunakan IE6 yang menurut saya komplit sekali incompatibility dan kebocoran aplikasinya. Saat ini IE6 juga sudah tidak disupport lagi oleh Microsoft.

Juga pastikan bahwa merchant tersebut memang benar2 ada. Bukan hasil phissing suatu website. Jika website tersebut sudah menggunakan SSL, pastikan siapa yang mengeluarkan SSL tersebut. VERISIGN, THAWTE, CyberTrust, Comodo, dll adalah sebagian SSL Provider yang cukup ternama. Verisign paling banyak digunakan oleh merchant didunia.

Ada beberapa website yang menggunakan SSL dengan fungsi terbaru yaitu Extended Validation (EV). Ini sangat membantu customer untuk lebih yakin bahwa merchant ybs sudah di acknowledged/dikenal oleh pembuat SSL. Karena proses EV, akan ada pengecekan dari pihak SSL untuk memverifikasi data perusahaan yang merequest SSL. Itu adalah perbedaan SSL with EV dengan SSL biasa. Dan untuk tampilan di website, SSL EV akan membuat suatu bagian menjadi berwarna HIJAU. Untuk Firefox, address bar akan menjadi hijau. Untuk Safari dan Chrome, tulisan perusahaan akan menjadi berwarna hijau didalam address bar.

Jika dilihat dari cara kerja SSL biasa dan SSL EV tidak ada bedanya. Semua data yang diinput didalam browser yang menggunakan SSL itu akan di encrypt ketika dikirim ke alamat yang dituju. VERISIGN menggunakan encryption terbaru yaitu AES 256 yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membongkar encryption tersebut. Bedanya hanya verifikasi manual seperti yang dijelaskan diatas.

Jadi sekali lagi, pastikan website menggunakan SSL. Jika tidak, sudah pasti data kartu kredit Anda akan melalang buana ke seluruh penjuru Internet.


Thursday, July 8, 2010

E-Wallet atau Uang Elektronik

Jaman sebelum elektronik berkembang, orangtua atau pun kakek nenek kita sering kali membawa uang tunai dalam dompetnya dalam jumlah lembaran yang banyak. Apalagi ketika pulang kampung atau wisata keluarga. Hasilnya adalah dompet mereka setebal hamburger. Atau memiliki banyak kantong di gespernya seperti Bang Ben.

Dari kondisi tersebut, karena ketidakpraktisan dan cenderung beresiko tindakan pencurian, muncul ide cashless. Tanpa bawa uang tunai, sudah bisa membayar sesuatu. Ketika teknologi elektronik berkembang pesat, bermula dari berkembangnya ATM (Anjungan Tunai Mandiri / Automated Teller Machine), sedikit banyak masyarakat sudah mengurangi jumlah uang tunai yang ada didalam dompetnya hanya untuk keperluan emergency saja. Jika kurang, bisa langsung ke ATM untuk mendapatkan tunai tambahan.

Sejalan dengan suksesnya ATM, Kartu ATM pun semakin populer, hingga bisa digesek di EDC Swipe dan ditambah dengan pengaman PIN. EDC yang biasa digunakan untuk memproses kartu kredit pun didesign untuk mendukung kartu ATM. Otomatis, hampir seluruh toko memiliki mesin EDC yang dapat memproses kartu ATM atau biasa disebut juga sebagai Kartu Debit. Kemudian, seiring perkembangan, ATM dengan PIN ini mulai dinilai kurang praktis karena harus memasukan PIN yang butuh waktu untuk melakukannya. Disinilah cikal bakal konsep Uang Elektronik atau E-Wallet itu. Yaitu bagaimana membuat alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) ini lebih praktis tanpa menggunakan PIN.

Konsep Kartu ATM/Debit dengan Uang Elektronik secara fisik sangat berbeda. Kartu ATM/Debit/Kartu kredit selalu harus memiliki fisik yaitu berupa kartu. Sedangkan Uang Elektronik (E-Wallet) ini secara fisik bisa dibilang tidak ada. Karena hanya berupa data akutansi yang disimpan dalam suatu sistem komputerisasi. Dari perbedaan ini Bank Indonesia (BI) mengeluarkan 2 peraturan yang terpisah untuk membedakannya. Untuk APMK, Peraturan Bank Indonesia No.11/11/PBI/2009 - Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Bisa dilihat di website : http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Sistem+Pembayaran/pbi_111109.htm. Dan untuk E-Wallet, Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009 - Uang Elektronik (Electronic Money), bisa juga dilihat di : http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Sistem+Pembayaran/pbi_111209.htm.

Saat ini sudah sangat banyak E-Wallet yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah BCA FLAZZ, Mandiri E-TOLL Card, Bank DKI JakCard, Telkomsel Cash (T-Cash), dan Indosat I-Pay. Dan masih banyak lagi e-wallet yang rencananya juga akan memeriahkan Uang Elektronik Indonesia.

Sebelum lanjut mengenai Electronic Money/E-Wallet, saya ingin sedikit melihat dari sisi "data akutansi" sederhana dari system yang sebelumnya sudah berjalan. Yaitu Kartu Matahari TIMEZONE. Konsep yang mereka gunakan merupakan konsep e-wallet. Ketika kita ingin bermain, kita bayar ke kasir dan kasir akan men-TOPUP kartu TIMEZONE kita kemudian anak-anak kita akan menggunakan kartu itu untuk bermain game. Dan ini sudah dilakukan jauh sebelum E-wallet2 yang diatas bermunculan. Jadi jika dari konsepnya, apa beda E-wallet diatas dengan Kartu TIMEZONE? Jawabannya SAMA. Konsepnya adalah Top Up dan payment. Ada dana yang masuk yang menambahkan saldo, kemudian saldo tersebut digunakan untuk bertransaksi. Namun bedanya adalah dari sisi penerapannya. Kartu TIMEZONE hanya digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan internal taman bermain tersebut dalam merubah konsep koin menjadi elektronik. Sedangkan e-wallet diatas, penggunaannya yang bisa menjadi alat pembayaran di toko-toko. Oleh sebab itu TIMEZONE karena hanya untuk keperluan internal saja, TIDAK MASUK dalam kategori Uang Elektronik sehingga peratusan BI tidak berlaku. Namun untuk E-wallet diatas, sesuai penggunaannya, mereka harus mengikuti aturan yang dikeluarkan oleh BI tersebut.

Berbicara masalah peraturan BI, semua pengelola E-Wallet harus dapat mengelola dana publik yang menjadi uang elektronik tersebut. Tidak harus pengelola ini adalah suatu institusi perbankan, namun dalam bentuk apapun diperbolehkan, asalkan pengelolaan dana publik dilimpahkan kepada pihak yang memiliki kemampuan dalam hal tersebut. Biasanya institusi non perbankan yang menjalan e-wallet, seperti Telkomsel dan Indosat, harus memiliki dana "float" minimal 1 Milyar IDR yang dikelola oleh Bank yang memiliki kemampuan untuk mengelola dana. Biasanya bank ini disebut CUSTODIAN BANK.

Untuk account e-wallet ini memiliki batasan top-up atau T-Cash menyebutnya sebagai Cash-in, hanya sebesar 1 juta IDR untuk pelanggan yang tidak mendaftar. Sedangkan jika pelanggan mendaftarkan diri, memiliki kemampuan hingga 5 juta IDR untuk saldo e-wallet yang ia miliki sesuai dengan peraturan BI tentang uang elektronik ini.

Dari segi teknologi yang diusung oleh para e-wallet ini bervariatif. Sebagian besar pemain dari Bank menggunakan contact-less module yang memudahkan pengguna e-wallet ini cukup mendekatkan kartu e-wallet mereka dengan module tersebut. Dan proses pembayaran dilakukan. Lain hal dengan T-Cash, model mereka menggunakan sistem SMS yang mereka miliki sebagai konfirmasi transaksi pembayaran. Jadi ketika bertransaksi di merchant T-Cash, pelanggan Telkomsel yang memiliki account T-Cash cukup memberikan nomor HPnya ke kasir dan kemudian kasir akan memprosesnya disystem T-Cash. Saat itu juga system T-Cash akan menginformasikan pembayaran ke nomor pelanggan tersebut melalui SMS. Sedangkan untuk I-Pay dari Indosat, mereka menggunakan web sebagai basis transaksi dan bekerja sama dengan merchant yang murni online, seperti online game, dll. Model I-Pay ini mirip dengan yang PayPal sudah jalankan sejak 1998. Walau PayPal sudah jauh lebih berkembang dan dengan penggunaan bermacam metode pembayaran yang populer di dunia, konsep awalnya serupa dengan I-Pay jalankan.

Dengan semakin banyaknya metode pembayaran yang ada di Indonesia, terlepas dari teknologi yang mereka gunakan, e-wallet sudah pasti akan meramaikan kancah bisnis e-commerce di Indonesia. Masyarakat bisa memilih e-wallet yang nyaman untuknya tanpa kesulitan untuk mendapatkan sesuatu dipasar. Namun perlu diperhatikan, dari pengalaman negara yang sudah lebih dahulu mengembangkan e-wallet ini, seperti Jepang, kesimpangsiuran e-wallet dan tumpang tindih, justru akan menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mau menggunakan kemudahan e-wallet ini. Bayangkan jika sudah ratusan e-wallet yang sudah jalan di Indonesia dan masing-masing institusi usaha menggunakan e-wallet reader yang berbeda, bukan kemudahan, justru kepusingan dan kesulitan untuk masyarakat memilih produk e-wallet yang sesuai. Ini bisa terjadi baik online (internet) maupun secara offline (misal seperti di busway atau kereta api). Disinilah peran pemerintah untuk membuat regulasi/peraturan yang dapat menjadi win-win solution antara pe-bisnis dan masyarakat banyak. Secara teknis, pemerintah bisa menjadi fasilitator dalam penyeragaman system e-wallet. Jadi misalkan E-wallet A pun bisa digunakan seluruh mesin2 E-wallet yang terdaftar. Secara teknis, cukup 1 mesin reader untuk semua jenis e-wallet. Mudah buat masyarakat tapi juga tidak merugikan pe-bisnis dalam menjalankan usahanya.

Dari e-wallet2 yang Indonesia miliki, walau kita tertinggal jauh dari negara-negara lain, namun cukup menyegarkan kompetisi alat pembayaran di Indonesia. Saya yakin dengan harapan kompetensi pemerintah yang sangat baik dalam me-regulasi uang elektronik ini, dan para pe-bisnis e-wallet dan juga e-commerce di Indonesia, perekonomian di Indonesia akan jauh lebih stabil dibandingkan negara-negara tetangga. Terlebih lagi dengan luas dan tak terbatasnya pasar di Indonesia. Dan negara-negara lain pun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi mereka.


Monday, June 28, 2010

Slow but Sure E-Commerce Indonesia (Eng)

Indonesia's E-Commerce journey is already become public secret that we (indonesian) are already left behind by other countries, even to our next door countries which we always accuse them as Indonesian culture's thief.

In the beginning of 90, Indonesia already have payment gateway for Credit card, PT Cipas Indonesia. But on that time, the Indonesian economical crisis forces the acquiring bank which Cipas connected to, bankrupt and closed.

Still in crisis, around 2000, emerge new payment gateway. But their usabilities are more specific which is only for billing payment like PLN (Electricity), PAM (Water), Telkom (Phone), etc. From english terminology is not wrong. They are, a gateway between customer and the enterprises (PLN, PAM, etc) to do billing payment. So customer and enterprises would have advantages. Customer just walk in to 1 point of payment, and they can pay all kind of billing there. And the enterprises also just receiving the money from validated 3rd party and open connection to their system to update. But this nothing to do with e-commerce, but it's more on enhancement of the billing payment service. This kind of payment gateway cannot be use for other payment such as retails or ticketing. What we do expect as total payment solution isn't arrive yet or previously stopped due to crisis.

ATM and Debit is very popular in Indonesia. Almost everybody in the big cities, have ATM Debit, especially from a bank which are well known for a jokes of "Bank Cape Antri" (Tired to Queue Bank). Even tough the queues are miles, their customers are the most enormous rather than others (for individual). There were not only queuing at the teller, but also at the ATMs, when pay check arrived, a very long queue will emerge just like holidays (Ramadan and christmas). And around year 2000, they begin to start Internet Banking which we can say quite Revolutionary. Start with phissing cases to the use of the safest technology, Token technology, they have gathered. We can say that data security is handled in good manner. And so other banks follows the footsteps which customer may not have to queue again in ATM just to do non-cash transactions such as transfers, billing payments, etc.

Around 2006, cashless concepts emerged, that is e-wallet, which this concept are already primary requirements for payment outside Indonesia. For example in Japan, people just need to tap their mobile phones over a receiver device. While in Indonesia, Flazz is the first time the wallet being introduce for Payment to people by BCA. IMHO, this concepts seems overlapping with ATM/Debit, but nonetheless it offers conveniences to reduce the size of our wallet (real one) because of our currency denomination which is too small. More less of appearance, E-Toll Card being launched by Bank Mandiri, started with the joint partnership with PT Jasa Marga as a solution to fast payment (tap) for Toll Road payment. Even though started with small rumors that the device deducted more than once for single payment, the system was quite successful in the future. Also added a special gate of unattended post for E-Toll card holder. Next, continuing the business with their partners such as Alfamart (Convenience Store) which can use this kind of wallet.

Also followed by non-banking entity, that is Telkomsel, a GSM Operator, release a Telkomsel Cash (T-Cash). Same like other wallet, this has a limitation up to 1 million Rupiah (IDR). But for Telkomsel customer who already register themselves, can have limitation up to 5 million Rupiah. They just need to register their account in Grapari (Customer Center) then top up the account with cash or debit or credit cards. Wallet concepts will be discuss later on.

And on 2007, new Internet Payment Gateway (IPG) appeared who specialized themself for Internet Payment using Credit Card. The same concept with other countries are already done successfully before, this IPG runned by PT Nusa Satu Inti Artha (NSIA), we might say, had a quite good response. Begin with small merchants, to Java Festival Production which already successfully selling tickets online, internet. Followed by airline, CITILINK, which quite have bleeding experiences at first, because of the Fraud case and receive Tiering from VISA/Mastercard. But from these experiences, together with NSIA, trying to reduce the fraud numbers was a big success, reduced to 0.16% of fraud. Then other airlines follow such as Garuda Indonesia, Batavai Air, Merpati, and also other merchants. Currently, as informed, NSIA already connected to 2 Banks, and keep adding more banks. Last confirmation, the banks are BNI, Citibank, and newer bank is Bank Mandiri.

As NSIA appearance, foreign banking which already dominated local banks, also join to spice up the Indonesia's e-commerce stage. BII Maybank with MIGS (Mastercard Internet Gateway Service). As IPG, MIGS also have the same concepts as NSIA. Basically IPGs (MIGS or NSIA) are connected to Bank Acquirer. And these IPGs will be as the bridge between merchant and acquirer Bank. Next we will have intense discussion in this concepts.

Before local IPGs starts in Indonesia, AirAsia Indonesia already use IPG, but they using foreign IPG which based in Singapore (ENets), which might using foreign currency for the transactions. So the foreign exchange from the merchant perpective would be a dilemmatic for the income they would get or the ability of foreign currency choices.

Till this day, they are already IPG coming in besie NSIA and BII MIGS, that is Infinitium which also utilize MIGS system as their core engine processing. And almost certain in the future, beside IPG Companies, EDC Switching companies would also be joining to fertilize the Indonesian E-Commerce. And merchants have more powers to choose which IPG serve the best for them.


Monday, April 19, 2010

Slow but sure E-Commerce Indonesia

Perjalanan E-commerce di Indonesia sudah menjadi rahasia umum jika kita sudah terbelakang dibandingkan negara-negara lain, bahkan tetangga seberang sekalipun yang sering kita cap pencuri kebudayaan.

Pada awalnya, sekitar tahun 90an, Indonesia sebenarnya sudah memiliki Payment Gateway untuk kartu kredit yaitu PT Cipas Indonesia. Namun kala itu kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami krisis, menyebabkan banyak bank tutup termasuk bank acquiring yang terkoneksi dengan PT Cipas Indonesia.

Masih terasa krisis di Indonesia, sekitar tahun 2000an, muncul Payment Gateway baru. Namun fungsi mereka jauh lebih spesifik, yaitu hanya untuk pembayaran billing (Bill Payment) seperti PLN, PAM, Telkom, dll. Dari terminologi bahasa inggris tidak salah. Memang mereka adalah gerbang antara Customer dengan pihak pengelola usaha (PLN, PAM, dll) untuk masalah pembayaran. Jadi customer dan pengelola tidak perlu pusing. Customer tinggal datang ke 1 titik/point pembayaran, dan semua pembayaran bisa dilakukan disana. Dan juga pihak pengelola cukup menerima dana dari pihak ketiga yang sudah dikenal dan juga koneksi ke system pengelola untuk update pembayaran. Namun ini tidak ada hubungannya dengan e-commerce, namun lebih ke peningkatan pelayanan pembayaran, berupa online langsung ke system pengelola. Payment Gateway model ini tidak dapat digunakan untuk pembayaran seperti pembelian retail atau tiketing. Yang kita harapkan merupakan total solusi pembayaran saat itu belum muncul.

Debit ATM sudah sangat populer di masyarakat Indonesia. Hampir semua masyarakat perkotaan memiliki debit ATM, terutama dari Bank yang cukup terkenal dengan guyonan Bank Cape Antri. Walau antri, nasabah mereka terbanyak saat ini untuk individual. Tidak hanya antri di loket teller, namun di ATM2 mereka pun, ketika gajian tiba, terlihat antrian seperti lebaran atau natalan. Hingga mereka sekitar tahun 2000an, mulai dengan Internet Banking mereka yang cukup revolusioner. Mulai dari kasus phising dan pencurian data hingga metode yang teraman dengan Token, mereka sudah alami. Bisa dibilang pengalaman mereka didalam penanganan data transaksi sudah sangat banyak. Dan bank-bank lain pun mengikuti jejaknya untuk membuat internet banking mereka sendiri. Dengan cara ini, fungsi ATM bisa di bagi / pecah ke Internet Banking dimana nasabah tidak perlu antri lagi (di ATM/Teller) untuk melakukan transaksi non-tunai, seperti pindahbuku, transfer antar bank, dll.

Sekitar tahun 2006an, muncul konsep cashless yang lain yaitu e-wallet, konsep yang diluar negeri sudah menjadi kebutuhan primer untuk pembayaran. Contohnya di Jepang, pembayaran cukup dengan Tapping handphone mereka di alat penerima. Sedangkan di Indonesia, Flazz-lah yang pertama kali di kenalkan oleh BCA. Konsep yang menurut saya sedikit tumpang tindih dengan Debit ATM, namun cukup praktis juga untuk menipiskan dompet kita yang tebal gara-gara denominasi mata uang kita yang kecil. Kurang lebih bersamaan, E-Toll Card pun diluncurkan oleh Mandiri, diawali dengan kerjasama dengan pihak PT Jasa Marga sebagai solusi pembayaran cepat (tinggal Tap). Walau dengan awal yang cukup sedikit meresahkan dengan pemotongan dana berlebih, namun cukup sukses dikemudian hari. Ditambah dengan gerbang khusus unattended post khusus pemilik kartu e-toll ini. Kemudian, dilanjutkan ke mitra-mitra nya seperti AlfaMart yang dapat menggunakan wallet ini.

Kemudian disusul lagi oleh mitra non-banking, yaitu Telkomsel Cash (T-Cash). Sama seperti model wallet yang lain, memiliki limitasi 1 juta rupiah. Namun untuk pelanggan TSEL yang sudah terdaftar bisa mendapatkan limit hingga 5 juta rupiah. Caranya dengan mendaftarkan diri di Grapari kemudian top up menggunakan cash atau debit atau kartu kredit. Detail konsep Wallet akan dibahas pada blog berikutnya.

Lalu pada tahun 2007an muncul Internet Payment Gateway (IPG) yang mengkhususkan diri pada pembayaran melalui Internet menggunakan kartu kredit. Konsep yang sama seperti yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain, IPG yang dikelola oleh PT Nusa Satu Inti Artha (NSIA) ini cukup mendapatkan response yang lumayan. Diawali dari merchant-merchant kecil, hingga Java Festival Production yang sudah sukses menjual tiket secara online internet. Disusul oleh airline seperti Citilink, yang awalnya cukup lumayan berdarah, karena harus mendapatkan kasus Fraud, hingga terkena Tiering dari VISA/Mastercard. Dengan pengalaman ini, bekerjasama dengan NSIA, berusaha untuk menekan tingkat fraud, dan berhasil hingga ke point 0,16% transaksi fraud. Kemudian diikuti oleh airline-airline lain seperti Garuda Indonesia, Batavia Air, Merpati, dan juga merchant-merchant lain. Hingga saat ini NSIA sudah terkoneksi ke 2 bank dan akan terus bertambah lagi. Informasi terakhir adalah bank BNI dan Citibank, dan berlanjut ke Bank Mandiri.

Sejalan dengan munculnya NSIA, pihak asing pun yang sudah mendominasi Bank-bank lokal, pun juga masuk memeriahkan pentas e-commerce. Yaitu BII MayBank dengan service MIGS (MasterCard Internet Gateway Service). Metode yang di jalankan MIGS tidak jauh berbeda konsepnya dari NSIA. Pada dasarnya IPG (NSIA dan MIGS) terkoneksi dengan Bank Acquirer. Dan IPG ini yang menjadi jembatan antara merchant dan Bank Acquirer. Lebih lanjutnya akan dibahas pada blog berikutnya.

Sebelum IPG lokal ada, Airasia Indonesia sudah menggunakan IPG juga namun lokasinya berada di Singapore (ENets), yang menggunakan mata uang asing (SGD) untuk transaksinya. Sehingga ada konversi mata uang yang dari sisi merchant juga akan menjadi dilema baik dari keuntungan yang didapat atau kemampuan penggunaan mata uang asing.

Hingga saat ini sudah banyak IPG yang masuk selain NSIA dan BII MIGS, yaitu Infinitium yang juga menggunakan system MIGS untuk core engine processing mereka. Dan kedepan sudah bisa dipastikan, selain IPG company, perusahaan EDC Switching akan ikut andil dalam menyuburkan e-commerce di Indonesia. Dan merchant-merchant punya kekuasaan untuk memilih layanan IPG yang mereka inginkan.